Penerapan Konsep Etika Bisnis No. 5 "Pembangunan Berkelanjutan"

Penerapan Konsep Etika Bisnis No. 5 "Pembangunan Berkelanjutan"
"Dunia bisnis tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang tapi perlu memikirkan bagaimana keadaan dimasa mendatang. Pelaku bisnis di tuntut tidak mengeksploitasi lingkungan walaupun saat ini merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar".

1. Latar Belakang

PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaaan yang bergerak dalam bidang pertambangan yang berkedudukan di Papua. Sebagian besar sahamnya dimiliki oleh C PT. Freeport Indonesia merupakan pembayar pajak terbesar bagi Indonesia sekaligus perusahaan penghasil emas terbesar di dunia karena usahanya menambang di daerah Papua. PT. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat sekaligus.

PT. Freeport Indonesia membuka dua lokasi penambangan sekaligus yaitu Erstberg dan Grasberg. Namun pada tahun 1989, lokasi penambangan Erstberg ini telah habis open-pit nya dan ahirnya membuka lokasi Grasberg yang diizinkan produksi maksimal 300.000ton/hari. Izin ini tercantum dalam AMDAL / analisis masalah dampak lingkungan. Namun, perusahaan ini telah melanggar peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia tentang lingkungan hidup.

Pelanggaran yang dilakukan oleh PT. Freeport adalah tentang limbah yang mereka hasilkan. Limbah yang mereka hasilkan kira-kira sebanyak 6Miliar ton yang dibuang di pegunungan di sekitar lokasi penambangan atau ke sungai-sungai yang mengalir turun ke dekat taman nasional Lorentz (hutan hujan tropis). Akibat dari limbah yang dibuang ke sungai tersebut, bagian hulu sungai dan daerah dataran rendah basah kini sudah tidak cocok untuk tempat hidup atau habitat makhluk hidup akuatik.

Sesuai dengan penerapan konsep etika bisnis nomer lima tentang pembangunan berkelanjutan dimana dunia bisnis dituntut untuk tidak hanya memikirkan keuntungan pada saat ini namun juga memikirkan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh ekplorasi saat ini. Hal ini sangat bertentangan dengan apa yang telah PT. Freeport Indonesia lakukan. Lihat saja lokasi penambangan yang langsung membuat kita berpikir bahwa mereka telah melubangi bumi dan merusak tanah kita. Belum lagi masalah limbah yang mereka hasilkan juga telah merusak lingkungan sampai sungai tempat mereka membuang limbah pun tidak bisa lagi untuk habitat ikan-ikan.


2. Kasus Sesuai Materi

PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki PT. Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambanga yang mayoritas sahamnya dimiliki Freeport McMoRan Copper & Gold Inc. Perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

Freeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 miliar dolar AS. Menurut Freeport, keberadaannya memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 1992-2004. Angka ini hampir sama dengan 2 persen PDB Indonesia. Dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yaitu 540 dolar per ons, Freeport diperkirakan akan mengisi kas pemerintah sebesar 1 miliar dolar.

Mining International, sebuah majalah per­da­­ga­ngan, menyebut tambang emas Free­­port sebagai yang ter­be­­sar di du­­­nia.

Freeport Indonesia sering dikabarkan telah melakukan penganiayaan terhadap para penduduk setempat. Selain itu, pada tahun 2003 Freeport Indonesia mengaku bahwa mereka telah membayar TNI untuk mengusir para penduduk setempat dari wilayah mereka. Menurut laporan New York Times pada Desember 2005, jumlah yang telah dibayarkan antara tahun 1998 dan 2004 mencapai hampir 20 juta dolar AS. Perusahaan ini adalah pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan perusahaan penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport Indonesia telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

Freeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 miliar dolar AS. Menurut Freeport, keberadaannya memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 1992-2004. Angka ini hampir sama dengan 2 persen PDB Indonesia. Dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yaitu 540 dolar per ons, Freeport diperkirakan akan mengisi kas pemerintah sebesar 1 miliar dolar.

Bahan Tambang yang dihasilkan

-Tembaga

-Emas

-Silver

-Molybdenum

-Rhenium

Selama ini hasil bahan yang di tambang tidak lah jelas karena hasil tambang tersebut di kapal kan ke luar indonesia untuk di murnikan sedangkan molybdenum dan rhenium adalah merupakan sebuah hasil samping dari pemrosesan bijih tembaga.

Sejarah

Dahulu di tengah masyarakat ada mitologi menyangkut manusia sejati, yang berasal dari sebuah Ibu, yang menjadi setelah kematiannya berubah menjadi tanah yang membentang sepanjang daerah Amungsal (Tanah Amugme), daerah ini dianggap keramat oleh masyarakat setempat, sehingga secara adat tidak diizinkan untuk dimasuki.

Sejak tahun 1971, Freeport Indonesia, masuk ke daerah keramat ini, dan membuka tambang Erstberg. Sejak tahun 1971 itulah warga suku Amugme dipindahkan ke luar dari wilayah mereka ke wilayah kaki pegunungan.

Tambang Erstberg ini habis open-pit-nya pada 1989, dilanjutkan dengan penambangan pada wilayah Grasberg dengan izin produksi yang dikeluarkan Mentamben Ginandjar Kartasasmita pada 1996. Dalam izin ini, tercantum pada AMDAL produksi yang diizinkan adalah 300 ribu /ton/hari

Kontroversi

Menurut karyawan dan bekas karyawan Freeport, selama bertahun-tahun James R Moffett, seorang ahli geologi kelahiran Louisiana, yang juga adalah pimpinan perusahaan ini, dengan tekun membina persahabatan dengan Presiden Soeharto, dan kroni-kroninya. Ini dilakukannya untuk mengamankan usaha Freeport. Freeport membayar ongkos-ongkos mereka berlibur, bahkan biaya kuliah anak-anak mereka, termasuk membuat kesepakatan-kesepakatan yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.

Surat-surat dan dokumen-dokumen lain yang diberikan kepada New York Times oleh para pejabat pemerintah menunjukkan, Kementerian Lingkungan Hidup telah berkali-kali memperingatkan perusahaan ini sejak tahun 1997, Freeport melanggar peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup. Menurut perhitungan Freeport sendiri, penambangan mereka dapat menghasilkan limbah/bahan buangan sebesar kira-kira 6 miliar ton (lebih dari dua kali bahan-bahan bumi yang digali untuk membuat Terusan Panama). Kebanyakan dari limbah itu dibuang di pegunungan di sekitar lokasi pertambangan, atau ke sistem sungai-sungai yang mengalir turun ke dataran rendah basah, yang dekat dengan Taman Nasional Lorentz, sebuah hutan hujan tropis yang telah diberikan status khusus oleh PBB.

Sebuah studi bernilai jutaan dolar tahun 2002 yang dilakukanParametrix, perusahaan konsultan Amerika, dibayar oleh Freeport danRio Tinto, mitra bisnisnya, yang hasilnya tidak pernah diumumkan mencatat, bagian hulu sungai dan daerah dataran rendah basah yang dibanjiri dengan limbah tambang itu sekarang tidak cocok untuk kehidupan makhluk hidup akuatik. Laporan itu diserahkan ke New York Times oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.New York Times berkali-kali meminta izin kepada Freeport dan pemerintah Indonesia untuk mengunjungi tambang dan daerah di sekitarnya karena untuk itu diperlukan izin khusus bagi wartawan. Semua permintaan itu ditolak. Freeport hanya memberikan respon secara tertulis. Sebuah surat yang ditandatangani oleh Stanley S Arkin, penasihat hukum perusahaan ini menyatakan, Grasberg adalah tambangtembaga, dengan emas sebagai produk sampingan, dan bahwa banyak wartawan telah mengunjungi pertambangan itu sebelum pemerintah Indonesia memperketat aturan pada tahun 1990-an.


3. Solusi

Berdasarkan artikel di atas, seharusnya pemerintah Indonesia bersikap lebih tegas kepada PT. Freeport Indonesia dalam menegur. Kalau perlu diberikan sanksi jangan hanya diperingatkan dalam bentuk surat yang sepertinya tidak di gubris oleh PT. Freeport Indonesia. Atau datangkan peneliti ke lokasi pertambangan untuk meneliti seberapa parah mereka “merusak” alam dan dampak pengrusakan itu sendiri. PT. Freeport Indonesia juga seharusnya memberikan focus atau perhatian khusus terhadap limbah yang mereka hasilkan. Mereka seharusnya lebih mengolah limbah mereka dengan lebih baik lagi sehingga dampak yang ditimbulkan oleh limbah itu sendiri juga tidak terlalu merusak lingkungan. Sebagai yang bertanggung jawab terhadap rusaknya lingkungan disekitar daerah pertambangan, PT. Freeport Indonesia berkewajiban untuk terus memperbaiki kerusakan seperti menanami kembali lahan yang sudah tidak menghasilkan lagi seperti lokasi pertambangan Erstberg dan juga pembersihan sungai-sungai dari limbah produksi mereka.


4. Kesimpulan

Dari artikel di atas, diketahui bahwa PT. Freeport Indonesia kurang bertanggung jawab terhadap dampak yang mereka timbulkan dari penambangan. Lingungan yang rusak akibat dari ulah mereka pun seperti dianggap bukan masalah. Padahal sebagai perusahaan dengan tambang paling besar dan dengan hasil yang besar juga, mereka seharusnya bisa membiayai untuk perbaikan alamnya.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Freeport_Indonesia